Musik Jazz masuk Indonesia
pertama kali pada tahun 30an. Yang dibawa oleh musisi-musisi dari Filipina yang
mencari pekerjaan di Jakarta dengan bermain musik. Bukan hanya mentransfer jazz
saja, mereka juga memperkenalkan instrumen angin, seperti trumpet, saksofon,
kepada penikmat musik Jakarta. Mereka memainkan jazz ritme Latin, seperti
boleros, rhumba, samba dan lainnya.
Nama-nama musisi yang masih diingat
adalah Soleano, Garcia, Pablo, Baial, Torio, Barnarto dan Samboyan. Selain
bermain di Jakarta, seperti di Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin Plaza) dan
Hotel Der Nederlander (jadi kantor pemerintahan), mereka juga bermain di kota
lain, seperti di Hotel Savoy Homann – Bandung dan di Hotel Oranje (Yamato) –
Surabaya.
Pada tahun 1948, sekitar 60 musisi Belanda datang
ke Indonesia untuk membentuk orkestra simfoni yang
berisi musisi lokal. Salah satu musisi Belanda yang terkenal adalah Jose Cleber.
Studio Orkestra Jakarta milik Cleber mengakomodasi permainan musik California.
Band-band baru bermunculan seperti The Progressive Trio, Iskandar’s Sextet dan
Octet yang memainkan jazz dan The Old Timers yang memainkan repertoir
Dixieland.Pada tahun 1955, Bill Saragih membentuk kelompok Jazz Riders. Ia
memainkan piano, vibes dan flute. Anggota lainnya adalah Didi Chia (piano),
Paul Hutabarat (vokal), Herman Tobing (bass) dan Yuse (drum). Edisi selanjutnya
beranggotakan Hanny Joseph (drum), Sutrisno (saksofon tenor), Thys Lopis (bass)
dan Bob Tutupoly (vokal).
Band jazz yang terkenal tahun 1945 – 1950 di
Surabaya beranggotakan Jack Lemmers (dikenal sebagai Jack Lesmana, ayah Indra
Lesmana) pada bass/gitar, Bubi Chen (piano), Teddy Chen, Jopy Chen (bass), Maryono
(saksofon), Berges (piano), Oei Boen Leng (gitar), Didi Pattirane (gitar),
Mario Diaz (drum) dan Benny Hainem (clarinet).
Nama-nama musisi jazz di Bandung tahun 50 – 60an
adalah Eddy Karamoy (gitar), Joop Talahahu (saksofon tenor), Leo Massenggani,
Benny Pablo, Dolf (saksofon), John Lepel (bass), Iskandar (gitar dan piano) dan
Sadikin Zuchra (gitar dan piano).
Musisi-musisi muda di Jakarta bermunculan tahun
70 – 80an. Di antaranya Ireng Maulana (gitar), Perry Pattiselano (bass), Embong
Raharjo (saksofon), Luluk Purwanto (biola), Oele Pattiselano (gitar), Jackie
Pattiselano (drum), Benny Likumahuwa (trombon dan bass), Bambang Nugroho
(piano), Elfa Secioria (piano). Beberapa musisi muda lainnya mempelajari rock
dan fusion, tapi masih dalam kerangka jazz. Mereka adalah Yopie Item (gitar),
Karim Suweileh (drum), Wimpy Tanasale (bass), Abadi Soesman (keyboard), Candra
Darusman (keyboard), Joko WH (gitar) dan lainnya.
Pertengahan tahun 80an, nama Fariz RM muncul. Ia
lebih mengkategorikan musiknya sebagai new age. Namun, beberapa komposisinya
bernafaskan pop jazz, bahkan latin. Indra Lesmana, Donny Suhendra, Pra B.
Dharma, Dwiki Darmawan, Gilang Ramadan membentuk Krakatau, dan akhirnya
kelompok ini bertransformasi menjadi Java Jazz, dengan mengganti beberapa
personil.
Tahun 90an hingga sekarang, banyak sekali musisi
dan kelompok jazz yang terbentuk. Musik jazz yang dibawakan tidak lagi
mainstream, namun hasil distilasi berbagai musik seperti fusion, acid, pop,
rock dan lainnya. Sebut saja SimakDialog, Dewa Budjana, Balawan dan Batuan
Ethnic Fusion, Bali Lounge, Andien, Syaharani, Tompi, Bertha, Maliq &
D’essentials dan masih banyak lagi lainnya.
Musisi jazz biasanya banyak bermunculan di
Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Hal ini disebabkan arus musik jazz lebih
banyak mengalir di sana lewat pertunjukan jazz (JakJazz, Java Jazz Festival,
Bali Jazz Festival), sekolah musik jazz, studio rekaman dan kafe yang
menampilkan jazz. Seorang yang juga berjasa “mengalirkan” arus jazz ke
Indonesia adalah Peter F. Gontha, seorang pemilik JAMZ dan pendiri pemrakarsa
Java Jazz Festival.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar